Kajian Jilbab Dari Berbagai Sudut Agama

Selama ini kita sering beranggapan bahwa dikeluarkannya Adam dan Hawa dari Surga karena memakan buah terlarang (Buah Khuldi). Apakah Adam dan Hawa keluar dari surga karena makan Buah Khuldi?. Ternyata tidak. Adam dan Hawa keluar dari Surga karena bertelanjang diri. Untuk meyakinkan anda bahwa sebab Adam dan Hawa diusir dari Surga karena bertelanjang diri, mari kita hayati ayat-ayat Al-Quran berikut ini :

Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” [QS 20:120]

Maka keduanya memakan dari buah pohon itu,lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia [QS 20:121]

Dari kedua ayat diatas tampak jelas bahwa setelah Adam dan Hawa memakan buah khuldi, aurat dari Adam dan Hawa kelihatan sehingga mereka berdua menutupinya dengan daun-daunan Surga. Lalu ada lagi ayat Al-Quran yang ditunjukkan kepada kita semua sebagai anak cucu Adam dan Hawa. Ayatnya berbunyi sebagai berikut :

Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.[QS 7:27]

Hai anak Adam , sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. [QS 7:26]

Ada beberapa pertanyaan tentunya dari ayat-ayat diatas. Diantaranya adalah, mengapa dengan hanya memakan buah Khuldi Adam dan Hawa rela melepaskan pakaiannya dan memperlihatkan auratnya?. Tentu itu buah yang super ajaib tentunya.

Kemungkinan dengan memakan buah itu mengakibatkan keduanya menjadi tidak sadar dalam artian setengah mabuk seperti halnya orang yang sakaw/terbang atau apalah setelah menghisap Ganja (seribu kalinya atau lebih). Dan mulailah para iblis membisikkan hal-hal yang membuat Adam dan Hawa melepaskan pakaiannya dan saling mempertontonkan kemaluannya. Ini adalah hal yang memalukan bagi manusia sebagai makhluk yang paling agung diantara semua ciptaan Allah di Surga.

Sekiranya Adam dan Hawa memakan Buah Khuldi tetapi bisa menahan godaan untuk bertelanjang diri dan saling memperlihatkan Auratnya mungkin tidak akan dihukum keluar dari Surga. Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa saat peristiwa itu terjadi Adam dan Hawa belumlah menjadi suami istri di Surga. Karena jika sudah menjadi suami istri di Surga tentu tak masalah memperlihatkan auratnya.

Ternyata menutup Aurat atau berpakaian itu hal yang sangat penting sekali dan sangat dianjurkan oleh Tuhan. Hal ini bisa kita baca pada kitab-kitab di agama lain dimana menutup aurat itu sangat dianjurkan oleh Tuhan. Karena hal ini berhubungan dengan kesopanan.

Berbicara masalah kesopanan, maka salah satunya adalah kesopanan bagi wanita dalam berpakaian. Masing-masing wanita akan mempunyai pendapat sendiri-sendiri tentang kesopanan mengenai pakaian yang mereka pakai. Mungkin ada yang menganggap memakai rok mini itu masih sopan.

Tingkat kesopanan di berbagai negara sangatlah berbeda, misalnya di negara-negara Barat untuk menghormati wanita kita harus menciumnya (bisa di tangan atau di pipi). Di India wanita yang memperlihatkan pusarnya mungkin terkesan sopan tetapi itu akan dianggap merendahkan diri di beberapa negara lain. Di Jawa (Indonesia) wanita yang mengangkat tangan sampai ketiaknya kelihatan adalah tidak sopan tetapi di daerah lain di Indonesia mungkin biasa saja. Sekarang mari kita baca pakaian kesopanan wanita menurut Kitab Suci.


MENURUT KRISTEN

Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdo’a atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya (11:5)

Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya (11:6)

Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena para malaikat (11:10)

Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdo’a kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? (11:13)


MENURUT HINDHU

Ketika Brahma berpapasan, ketika Brahma memilihkan anda seorang perempuan, kalian hendaknya menundukkan pandangan, tidak boleh memandang. Anda harus menyembunyikan pergelangan anda, dan tidak boleh memperlihatkan apa yang dipergelangan anda (Rigveda Book 8 Hymn 33 Verses 19)

Orang tidak boleh senonoh, apabila seorang suami mengenakan pakaian istrinya, tidak boleh mengenakan pakaian lawan jenis (Rigveda Book 10 Hym 85 Verses 30)

Rama berkata kepada Shinta, dia memerintahkan agar menundukkan pandangan dan mengenakan kerudung (Mahavir Charitra Act 2 Page 71)


MENURUT ISLAM
[QS 33:59] Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[QS 24:31] Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Mungkin dari kita akan berfikir mengapa Tuhan ingin wanita memakai pakaian standard (layaknya Jilbab). Karena Jilbab (seperti yang dipakai di Arab dengan motif polos), selain pakaian kesopanan juga adalah lambang kesederajatan wanita. Yang mana bisa menurunkan tingkat iri dan dengki diantara wanita. Dimana kita tahu wanita itu punya perasaan yang mudah iri jika melihat orang lain punya kelebihan materi. Dan inilah yang sebenarnya diinginkan Tuhan.

Terkadang masalah Jilbab dijadikan alasan bagi sebagian umat muslim perempuan untuk tidak memakainya. Alasan tersebut yaitu “BELUM PANTAS, BELUM SIAP, MASIH BERDOSA DLL”. Padahal siap atau tidak siap, semua wanita harus menutup tubuhnya tak memandang SARA (Ras, Suku, Golongan).

Banyak dari kita yang menganggap Jilbab sebagai pakaian keagamaan (seperti halnya Mukena) padahal Jilbab itu pakaian taqwa. Jilbab adalah pakaian keseharian anda untuk di rumah, di pasar, untuk bermain dll. Itulah mengapa sebagian umat Muslim perempuan (yang menganggap Jilbab sebagai pakaian keagamaan) merasa belum siap karena merasa belum bisa melaksanakan agama dengan benar.

Jilbab sebenarnya cara berpakaian yang mula-mula dan sudah dipraktikan dalam banyak agama.Hal itu karena tiap-tiap agama tahu esensi wanita dalam berpakaian yang benar.

Model Jilbab biasanya dipengaruhi psikologi atau kejiwaan yang memakainya. Seperti halnya aliran atau sekte yang sebenarnya dipengaruhi oleh psikologis penganutnya. Antara garis keras dan moderat tentu berbeda secara psikologis dan penghayatan (pemikiran terhadap agama).

Begitu juga model Jilbab yang dipengaruhi oleh unsur-unsur diatas.

Irena Handono : Kerudung dalam Tradisi Yahudi dan Kristen

Menarik sekali statemen Menteri Dalam Negeri Italia Giulliano Amato, beberapa waktu lalu menjawab tuntutan dari kelompok ekstrim sekuler di Italia yang menginginkan agar dikeluarkannya larangan berkerudung bagi Muslimah di Italia. Ia mengatakan demikian, "Ketika Bunda Maria senantiasa memakai kerudung, lalu bagaimana bisa kalian berharap dari saya untuk menentang kerudung kaum Muslimah?"

Dan Amato menambahkan, "Bunda Maria adalah ibu dari nabi kita Isa al-Masih dan senantiasa memakai kerudung. Bila demikian kenyataannya, bagaimana mungkin saya menyetujui pelarangan kerudung di negara ini."

Wanita memakai busana longgar panjang dari leher hingga kaki dan memakai kerudung penutup kepala adalah suatu keumuman dari zaman ke zaman sebelum Rasulullah. Ini terbukti dalam Bibel pun ada anjuran tegas mengenai kerudung. Dan kali ini kita akan bahas satu-persatu bagaimana pandang-an kedua agama tersebut (Yahudi & Kristen) memandang kerudung (penutup kepala).

Kerudung dalam Tradisi Yahudi
Seorang pemuka agama Yahudi, Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya mening-galkan sebelah mata saja. Dalam bukunya tersebut ia mengutip pernyataan bebera-pa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."

Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Dr Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."

Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang menge-nakannya. Kerudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi.

Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperboleh-kan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S. W. Schneider, 1984, hal 237).

Wanita-wanita Yahudi di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke 19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang shalih tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239).

Kerudung dalam Tradisi Kristen
Hingga saat ini para Biarawati Katolik menutup kepalanya secara keseluruhan. Di Indonesia sebelum tahun 80-an pakai-an biarawati adalah jilbab, pakaian pan-jang longgar dari leher hingga menutup kaki serta berkerudung yang menutup leher dan dada (masih ingat telenovela Brazil, Dolcemaria). Namun era 80-an ke atas, jubah biarawati berubah menjadi pakaian panjang hanya sampai betis. Kerudung panjang menutup dada ber-ubah menjadi kerudung hanya penutup rambut dan leher terbuka.

Padahal menutup kepala atau ber-kerudung, adalah sebuah tuntunan dalam Bibel yang sudah ada sejak zaman sebe-lum Nabi Muhammad SAW.

I Korintus 11:5 Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perem-puan yang dicukur rambutnya.

I Korintus 11:13 Pertimbangkanlah sendiri: Patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung?

Bukan hanya itu, pernyataan St. Paul (atau Paulus) yang lain tentang kerudung adalah pada I Korintus 11:3-10. St Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat ber-ada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."

Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272).

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.