Natal 25 Desember, Pahami dan Antisipasi

Perayaan Natal, hampir setiap tahun pada tanggal 25 Desember selalu dirayakan umat kristian dengan segala kemeriahan dan nuansanya yang serba gemerlap. Kemeriahan ini tidak melulu ditampilkan di rumah-rumah umat Kristen ataupun gereja-gereja saja, tapi seolah seluruh dimensi kehidupan kita tiap menjelang 25 Desember menjadi serba semu. Mengapa semu ? Hal ini disebabkan, semaraknya perayaan-perayaan tersebut paling tidak membawa tiga kesan yang bisa kita rasakan bersama, yakni pertama, perayaan Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember adalah sebuah ritus yang berlandaskan nilai kebenaran; kedua, perayaan Natal telah mencapai “maqam” gengsi-simbol status sosial. Sebuah simbol yang membanggakan bagi orang yang merayakannya, atau bagi mereka yang turut “berpartisipasi”. Sebaliknya bagi mereka yang tidak “menyambut” perayan Natal, terkesan tidak prestisius; ketiga, seolah-olah mayoritas penduduk negeri ini adalah kaum Nasrani. Padahal secara statistik, jumlah mereka tak lebih dari 15 persen.

Sehingga, secara sadar ataupun tidak, sebenarnya kita telah digulung ke dalam arus pendangkalan aqidah -kalau tidak mau disebut kristenisasi- dan hal ini begitu mengancam eksistensi kita sebagai ummat Islam sekaligus sebagai ummat mayoritas di Indonesia, dan sebagai populasi muslim terbesar di dunia. Kondisi ini senada dengan ayat Allah dalam Al-Baqarah: 105, “Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu....” Dan, siapa yang disebut kafir? 
Al-Ma’idah ayat 72 dan 73 memberi penjelasan yang begitu gamblang,
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu"....” (Al-Ma’idah: 72) ;
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa....” (Al-Ma’idah : 73).

Sehingga jelas, kaum Nasrani, atau Kristen, memang telah lama berusaha mengikis aqidah kita, perlahan namun pasti, asalkan mencapai target. Apa target mereka? Menurut Mega Proyek Rencana Kristenisasi Indonesia yang diluncurkan pada 21 Mei 1998 mereka menginginkan realisasi program Kristenisasi Indonesia dalam waktu 25 tahun dengan cara apapun dalam nama “misi mulia sang gembala dalam mendamaikan dunia dalam Kasih Tuhan Jesus Kristus Juru Selamat”. Siapa targetnya? Mereka menarget generasi muda Islam, terutama siswa dan mahasiswa ! Caranya? Cara termudah ialah melalui liberalisasi pola pikir, budaya, agama, dan gaya hidup, dengan merujuk metode “menangkap ayam dengan umpan”. Firman Allah dalam Al-Baqarah: 120,
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”

Menguliti Dogma Gerejani

Gereja, saat ini telah menginstruksikan kepada seluruh jemaatnya, di manapun ia tinggal, untuk mengganti istilah “perayaan Natal” dengan “maulid atau milad Nabi Isa as”. Sesuai tujuan mereka, mereka menghendaki ummat Islam terliberalkan sehingga menganggap bahwa perayaan Natal memiliki kesamaan cara pandang dengan penghormatan kepada Nabi Isa as. Akan tetapi, di sinilah akar permasalahan yang dialami ummat Islam khususnya di Indonesia. Banyak dari mereka yang menelan mentah-mentah segala macam doktrin tanpa menarik terlebih dahulu sebab-musababnya, sehingga sering ummat Islam terperosok pada pemahaman yang keliru. Padahal Allah telah memberi peringatan yang begitu keras dalam Al-Isra’: 36, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Maka, pertanyaan yang timbul selanjutnya, benarkah Natal merupakan peringatan kelahiran Nabi Isa as ? Jika demikian, apa kaitannya dengan pohon pinus ? Apa pula hubungannya dengan Santa Claus ?

• Silang Pendapat Kelahiran Yesus dalam Bible
Umat Kristiani, di manapun mereka tinggal, berpedoman pada kitab suci yang disebut Bible. Bukan Alkitab, atau Injil. Mengapa? Sebab Injil hanyalah empat -Lukas, Markus, Matius, Yohanes- dari sekian kitab yang ada di dalam Bible, dan itupun hanya termuat dalam Perjanjian Baru (New Testament). Perjanjian Baru adalah bagian dalam Bible yang menandai awal kelahiran Yesus, sementara Perjanjian Lama adalah bagian dalam Bible yang memuat kronologi perjalanan hidup bangsa Israel sebelum kelahiran Yesus. Di dalam Perjanjian Baru, Injil yang mencatat peristiwa kelahiran Yesus hanyalah Injil Lukas dan Injil Matius. Itupun saling berkontradiksi. Dalam Lukas 2:1-8, diperoleh simpulan bahwa Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Augustus yang tengah melaksanakan sensus penduduk (tahun 7 Masehi = 579 Romawi). Yusuf, tunangan Maria (ibu Yesus), berasal dari Betlehem, dan lahirlah Yesus di Betlehem. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan. Peristiwa itu terjadi pada malam hari ketika gembala tengah menjaga kawanan ternak mereka di padang rumput. Sedangkan menurut Matius 2: 1, 10, dan 11, diperoleh simpulan bahwa Yesus lahir dalam masa pemerintahan Raja Herodus (Herodus Agung) yang memerintah antara tahun 37 Sebelum Masehi hingga 4 Masehi (749 Romawi) ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.
Jelas, begitu kentara perbedaan pendapat kedua penulis Injil tersebut. Satu yang pasti, mereka tidak pernah menyebut kelahiran Yesus bertepatan pada tanggal 25 Desember. Mengapa? Karena jika dilihat dari pendapat kedua penulis tersebut, cuaca yang digambarkan dengan gemerlapnya bintang-bintang dan penggembalaan domba di waktu malam menunjukkan bahwa pada saat itu adalah musim panas, sementara 25 Desember merujuk pada musim dingin. Mustahil mereka menggembalakan domba di waktu malam di musim dingin. Beku mereka.

• Kelahiran Yesus Menurut Al-Qur’an
Nampaknya kelahiran Yesus, atau yang ummat Islam kenal dengan Nabi Isa as, lebih gamblang terjelaskan di dalam Al-Qur’anul Karim, kitab yang tiada keraguan di dalamnya dan menjadi petunjuk bagi seluruh ummat manusia. Al-Qur’an mengisahkan kelahiran Yesus dalam Maryam ayat 23-25, “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan". Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,”

• Apa Kata Sarjana Kristen ?
Dr. Arthur S. Peak, seorang sarjana Kristen, mengungkapkan bahwa kelahiran Yesus adalah dalam bulan Elul (Yahudi), bersamaan dengan bulan Agustus-September, dan dalam musim panas.
Uskup Barns dalam Rise of Christianity menyatakan, “Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu dimana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang di dekat Betlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak perbantahan tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 300 Masehi”.

25 Desember (?)
Umat Kristen nampaknya harus lebih banyak memberikan jawaban seputar masalah Natal. Tanggal 25 Desember dari sudut pandang sejarah memberi sebuah kesan tersendiri tentang Natal.
Ingat, 25 Desember, dilihat dari bukti-bukti yang terbaca dalam Bible, dan Al-Quran sebagai pedoman hidup, bukan merupakan hari kelahiran Yesus. Sebaliknya, 25 Desember justru menunjukkan hari kelahiran dewa-dewa pagan dalam berbagai kebudayaan dan mitologi kuno. Bacchus, dewa Yunani; Osiris, dewa Mesir; Attis, dewa Phrygia; Quetzacoati, dewa Phoenica dan Mexico, semuanya dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Oleh karena kelahiran mereka jatuh pada 25 Desember, sehingga orang tua mereka harus melakukan upacara perkawinan mereka pada tanggal 25 Maret. Sampai di sini setidaknya kita perlu melihat praktek paganisme kuno di era modern yang mengidentikkan musim semi sebagai musim kebangkitan dan kehidupan. Dengan demikian, dewa-dewa diciptakan atau hamil pada bulan Maret, atau musim semi, dan dilahirkan pada bulan Desember. Itulah sebabnya mengapa konsep kehamilan para ibu-ibu dewa dalam bulan Maret telah banyak memengaruhi agama Kristen. Pasalnya, umat Kristen mempunyai perayaan yang dikenal sebagai “Hari Ibu Kita” pada setiap bulan Maret dalam kalender mereka.
Fakta-fakta sejarah yang terdokumentasi dari gereja membuktikan, pada awalnya gereja biasa merayakan Natal pada tanggal 25 Maret selama lebih dari sepertiga dan setengah abad. Akan tetapi tanggal tersebut diubah oleh Paus Julian II pada tahun 345 Masehi yang menyatakan bahwa peringatan dan perayaan Natal harus dilakukan pada tanggal 25 Desember. Adapun sebab dirayakannya Natal pada tanggal 25 Maret, hal ini disebabkan bulan Maret terkait dengan puncak musim semi, dan kebanyakan upacara-upacara keagamaan pagan kuno dilaksanakan pada atau sekitar tanggal 21 Maret. Muhammad Ali Zenjibari dalam bukunya menuliskan bahwa musim semi mencirikan kebangkitan jiwa dari kafan kematian dalam tubuh orang mati dan dianggap paganisme sebagai “cara penggambaran proses spiritual selama kelahiran jiwa”. Musim semi juga dianggap membawa semangat baru, sebagaimana musim dingin membawa kematian tumbuh-tumbuhan dan benda-benda alam. Dingin melambangkan kematian dan awal dari kehangatan, sementara sinar matahari dalam musim semi menandakan datangnya kehidupan dan semangat baru dalam seluruh tubuh makhluk. Jadi, teori dan konsep pagan kuno ini diizinkan masuk ke dalam agama Kristen oleh orang-orang Romawi. Alhasil, dalam musim semi yang sama, laki-laki yang mereka sebut Yesus Kristus pun bangkit dari kematian, sebagaimana Paskah, dewi musim semi memperoleh kembali kehidupannya pada setiap musim semi yang sama. Dan nampaknya dalam kepercayaan Kristen Yesus juga menaklukkan kematian pada musim semi.

• Memisahkan Jarum dari Jerami
Di Eropa Kuno dan dalam mitologi pagannya, tanggal 25 Desember pada mulanya diyakini dan dianggap menjadi tanggal kelahiran Dewa Matahari lainnya, sementara tanggal 6 Januari diyakini menjadi hari kelahiran “Anak” Tuhan. Sehingga tidaklah mengherankan apabila cerita dan anggapan pagan diberi persetujuan dan dipraktekkan secara resmi di seluruh negara Kristen setelah keluarnya restu Paus saat itu. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah, tanggal 25 Desember yang kemudian dianggap sebagai hari kelahiran “Anak Tuhan” dilekatkan pada sosok Yesus Kristus. Dan beliau sama sekali bukan “Anak Dewa Matahari”.
Agama Kristen yang pada saat itu menjadi agama baru telah dibaurkan oleh orang-orang Romawi dengan mengadopsi kebudayaan agama kuno mereka yang dipengaruhi oleh iklim politik mereka. Begitu pula setelah mereka menyatakan masuk ke dalam agama Kristen selama kekuasaan kaisar Konstantin pada tahun 325 Masehi, banyak cara pagan dari upacara-upacara keagamaan Kuno dari Kuil Apollo telah menyusup ke dalam agama Kristen hingga hari ini dengan sampul besar “Yesus Kristus”. Allah Azza wa Jalla telah memperingatkan perilaku mereka dalam Al-Ma’idah ayat 77, “Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.”

• Apa Kata Sumber Kristen?
a. Catholic Encyclopedia edisi 1911 bab “Christmas” :
Natal bukanlah upacara gereja yang pertama … melainkan ia diyakini berasal dari Mesir, perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.
Dalam bab “Natal Day” :
Di dalam kitab suci tidak ada seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.
b. Encyclopedia Britannica edisi 1946 :
Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.
c. Encyclopedia Americana edisi 1944 :
Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut … Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus mulai diresmikan pada abad ke-4 Masehi. Pada abad ke-5 Masehi Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari”. Sebab tidak seorangpun mengetahui hari kelahiran Yesus.
d. New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Christmas :
Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat akrab di masyarakat Roma diambil Kristen ... Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tatacaranya. Para pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu Kristen Mesopotamia yang menuding Kristen Barat (Katholik Roma) telah mengadopsi model penyembahan kepada Dewa Matahari.

Ada Apa di Balik Pohon Natal?
Sebelum kita kaji seluk beluk pohon Natal beserta riwayatnya, mari kita telaah terlebih dahulu Yeremia 10: 2-5,
Beginilah firman Tuhan: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adalah kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu supaya jangan goyang. Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun. Tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab ia tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun ia tidak dapat.
Dalam kitab Yeremia (bagian dari Perjanjian Lama) tersebut begitu jelas ditegaskan bahwa Bibel sendiri menentang adanya pengkultusan terhadap benda mati, yang selanjutnya diagungkan dan disakralkan karena tindakan tersebut tidak jauh berbeda dengan sikap para penyembah berhala. Salah satu bahan pembuat berhala adalah pohon kayu yang ditebang dari hutan, dipahat, lalu dihias dengan kerlap-kerlip emas dan perak. Pertanyaannya, bagaimana dengan pohon Natal ? Apakah pohon itu diukir dan dihias dengan kerlap-kerlip -minimal- ornamen-ornamen keemasan dan lampu-lampu kecil di sekelilingnya ? Barangkali kita sudah bisa menjawabnya.

• Mengapa Cemara ?
Pohon Natal yang saat ini banyak kita temukan dalam wujud pohon cemara, bermula dari seorang cucu Ham (putera Nabi Nuh as) yang bernama Nimrod. Nimrod atau Raja Namrudz adalah salah satu tokoh yang memelopori pembangkangan terhadap Tuhan. Jumlah kejahatannya tak terhitung banyaknya, bahkan iapun menikahi ibunya sendiri yang bernama Semiramis. Ketika Nimrod meninggal, Semiramis menyatakan bahwa roh Nimrod tetap hidup abadi meski jasadnya telah tiada. Semiramis lalu menjadikan pohon evergreen (cemara) yang bisa tumbuh dari kayu yang sudah mati sebagai simbol kehidupan baru Nimrod setelah mati. Dan Nimrod dianggap selalu ada di pohon tersebut tiap hari kelahirannya tiba, sehingga sering dihiasi dengan aksesoris yang gemerlap dan di bawahnya sering diletakkan aneka bingkisan. Inilah cikal bakal pohon Natal, yang juga menandai awal penyembahan terhadap dewa Ba-al, anak dewa matahari, dengan objek penyembahan “Ibu dan Anak”, dan salah satunya “Semiramis dan Nimrodz”. Mengapa dilestarikan ke dalam perayaan Natal ? Kembali kita mengingat bahwa sejatinya 25 Desember adalah perayaan kelahiran dewa Matahari, dan tanggal itulah yang dipilih untuk merayakan Natal hingga hari ini.

• (Sekali Lagi) Paganisme Pohon Natal
Tidak sampai tahun 1880, pohon Natal pertama dibawa ke Inggris dari Jerman oleh Pangeran Albert, tidak lama berselang usai perkawinannnya dengan Ratu Victoria. Praktek-praktek tentang penghargaan pohon dan gua serta objek orang termahsyur lainnya sebenarnya telah dikutuk oleh Bibel karena mengarah pada paganisme kuno. Akan tetapi sayangnya, pohon-pohon ini saat ini menyandang predikat atas nama Yesus sebagai “pohon Natal” untuk menyembunyikan asal penyembahan berhala mereka. Mari kita simak penuturan Bibel mengenai ritual-ritual paganisme sebagai sesuatu yang sangat dibenci dari penyembah berhala,
.... tetapi ia hidup menurut kelakukan raja-raja Israel, bahkan dia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, sesuai dengan perbuatan keji bangsa-bangsa yang telah dihalau Tuhan dari depan orang Israel. Ia mempersembahkan dan membakar korban di bukit-bukit pengorbanan dan di atas tempat-tempat yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun ... (2 Raja-Raja 16 :3-4).

Siapa Santa Claus ?
Natal selalu identik dengan Santa Claus, atau Sinterklas, yang digambarkan sebagai seorang kakek tua yang berjenggot putih, bertubuh tambun dan “berseragam” merah serta selalu membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak kecil yang berbudi baik selama satu tahun. Menurut Encyclopedia Britannica volume 19, “Santo Nicolas adalah seorang Pastor di Myra yang amat diagung-agungkan oleh seorang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember ... Legenda ini berasal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga wanita miskin ... untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus ...”

Pastor Amstrong dalam tulisannya, The Plain Truth About Christmas, pun menegaskan jika Santa Claus tak jauh berbeda dengan Setan, sembari mengutip ayat dalam Bibel, Tidak usah diherankan, sebab iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi itu bukan hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka. (II Korintus 11:14).

Masih Bisakah Ditoleransi ?
Ummat Islam, sebagai ummat Rahmatan lil Alamin, memiliki prinsip Lakum diinukum waliyyadiin (QS Al-Kaafiruun : 6) dan Laa ikraha fiddiin (QS Al-Baqarah : 256) dalam bersosialisasi dengan umat di luar Islam. Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa praktek dari kedua ayat tersebut berkait dengan kehidupan sosial-masyarakat saja, atau lebih kita kenal dengan hablum minannas. Bentuknya bermacam-macam, semisal dengan memperbolehkan umat beragama lain melakukan ibadah sesuai keyakinannya, hidup bertetangga dengan rukun, hingga memperbolehkan membangun rumah ibadah agamanya secara legal. Dengan demikian, sudah sepantasnya kita membatasi diri dari hubungan dengan umat selain Islam dalam hal aqidah dan keimanan. Salah satunya adalah perayaan Natal 25 Desember. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang menyatakan bahwa ummat Islam haram mengikuti perayaan Natal bersama. “Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal”, demikian fatwa MUI yang ditandatangani Ketua MUI K.H. M. Syukri Ghozali dan Sekretaris MUI Drs H. Mas’udi.

Selamat Natal “versus” Selamat Idul Fitri
Seringkali kita terjebak pada, “Saya tidak ikut-ikutan Natalan, tapi cuma mengucapkan ‘selamat Natal’ kepada teman Kristen saya. Boleh, kan?” Jawabnya mudah. Tengoklah sejarah Natal, cermati ayat-ayat Bibel yang sama sekali tidak memberi kejelasan kepada kita terkait fakta kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember. Justru sumber-sumber Kristen sendiri yang mengungkapkan bahwa 25 Desember adalah upacara penyembahan dewa-dewa pagan. Masihkah kita mempertaruhkan aqidah kita dengan mengucapkan selamat Natal ? Sekali lagi kali ini bukan alasan toleransi. Toleransi terhadap umat beragama lain sudah kita terapkan dengan baik, bahkan bila kita tengok sejarah, masa kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW di Madinah -yang kemudian melahirkan Piagam Madinah- sangat menjunjung tinggi sikap toleransi terhadap umat Yahudi. Salah satu peraturan perang dalam Islam bahkan, larangan menyerang para pendeta non-Islam yang tengah berlindung di dalam kuilnya. Subhanallah, indahnya Islam. Allah berfirman dalam Al-Anbiyaa’:107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Rasulullah Muhammad SAW mewanti-wanti kita, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kelompok mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari Ibnu Umar).

Lebih jauh, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, ‘Selamat hari raya !’ dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai daripada memberi selamat atas perbuatan minum khamr atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah”.

• Selamat Idul Fitri Bukan Pelanggaran Aqidah
Ketika umat Kristen mengucapkan “selamat Idul Fitri”, maka sesungguhnya mereka hanya menyatakan, “selamat atas perjuanganmu selama sebulan penuh yang berakhir dengan kemenangan, kembali ke fitrah”. Ucapan “mohon maaf lahir dan batin” juga tidak ada kaitannya dengan pelanggaran aqidah. Justru di sinilah letak peran Islam sebagai penghubung kerukunan antarumat beragama, yakni dengan momen Idul Fitri sebagai saat yang tepat untuk bermaaf-maafan dan menghilangkan segala macam dendam dan dengki. Sehingga bagi mereka momen Idul Fitri tidak menjadi masalah untuk dirayakan, sampai-sampai gereja-gereja besar di ibukota-ibukota provinsi di Indonesia juga turut membentangkan spanduk “Selamat Hari Raya Idul Fitri” atas nama pihak gereja.

• Bungkam Untuk Idul Adha
Ummat Islam sejatinya memiliki dua hari raya, atau yang dikenal dengan ‘idain, yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun Maulid Nabi adalah peringatan yang diciptakan Gubernur Arbela, Abu Said al-Kaukabari, pada masa kepemimpinan Shalahudin Al-Ayyubi dengan tujuan menggelorakan kembali semangat kebangkitan ummat. Hal ini disebabkan keterpurukan ummat Islam pada masa itu, ditandai dengan melemahnya kegiatan ekonomi, kekalahan yang selalu diperoleh tiap berperang, sehingga perlu sebuah pendorong yang membangkitkan semangat ummat Islam agar kembali berjaya. Dan Maulid Nabi-lah yang mampu mengembalikan spirit kejayaan Islam kala itu.

Nah, ketika umat Kristen dengan sukacita mau mengucapkan “Selamat Idul Fitri”, maka mereka memilih bungkam ketika ummat Islam merayakan Idul Adha. Tak ada ucapan. Padahal Idul Adha adalah hari raya ummat Islam, dan sama-sama disambut dengan gegap gempita, terlebih di negeri yang mayoritas berpenduduk Islam seperti Indonesia. Tentu sikap mereka menimbulkan tanda tanya besar, mengapa mereka memilih diam ketika Idul Adha?

Rupa-rupanya, alasan mereka untuk tidak turut ambil bagian dalam Idul Adha bertolak dari Bibel mereka, yang mendiskreditkan posisi Nabi Ismail as. Tentu masih segar dalam ingatan bahwa Idul Adha pada mulanya tercetus ketika Nabi Ismail yang masih begitu muda begitu ikhlas menyerahkan jiwanya saat ayahnya, Nabi Ibrahim as, memperoleh wahyu Allah untuk menyembelih beliau. Akan tetapi sikap gentle dan ketulusan Nabi Ismail ini tidak dapat kita temukan dalam Bibel. Dalam Perjanjian Lama, putera Nabi Ibrahim yang diakui adalah Ishak saja. Kejadian 22:22 menuliskan,
Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tinggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu
Andaipun diakui, maka Nabi Ismail diumpamakan sebagai seorang lelaki yang perilakunya sama seperti keledai liar (dan ayat-ayat penghinaan terhadap Nabi-Nabi Allah juga banyak dimuat dalam Bibel, seperti Nabi Luth yang “tidur” dengan anak gadisnya dan Nabi Nuh yang digambarkan mabuk hingga telanjang). Kejadian 16: 11-12 :
Selanjutnya kata Malaikat Tuhan itu kepadanya : “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya”
Ahmed Deedat bahkan pernah menyatakan bahwa menurut pandangan Kristen, umat Islam adalah penganut “Hagarism” sebab Nabi Muhammad SAW diturunkan dari garis keturunan Nabi Ismail as, putera Nabi Ibrahim as dengan Siti Hajar. Siti Hajar dianggap sebagai budak yang hina, sehingga umat Islam disamakan dengan penganut keturunan budak. Na’udzubillahi min dzalik.


Menata Sikap

Sudah sepantasnya kita memperbaharui keyakinan kita. Pertama, bahwa Yesus bukan “anak Tuhan”, dan bukan “Tuhan” itu sendiri. Kedua, Yesus (Isa Al Masih putra Maryam), tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember. Penetapan kelahiran beliau pada tanggal tersebut hanyalah hasil adopsi ajaran paganisme politheisme. Ketiga, sikap toleransi terhadap agama-agama bukan berarti meyakini, apalagi mengikuti, ajaran agama-agama tersebut. Maka, selalu relevan untuk memahami fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Perayaan Natal Bersama ... Keempat, oleh karena itu, keyakinan bahwa “25 Desember adalah hari lahir Tuhan Yesus”, yang terbukti batal itu, tidak sah dijadikan propaganda toleransi. Artinya arti toleransi menjadi salah jika masuk pada wilayah membenarkan keyakinan agama lain. Maka aplikasi dari sikap ini adalah bahwa umat Islam sama sekali tidak berhak ikut, bahkan menyambut atau berpartisipasi, terhadap perayaan Natal yang dibesar-besarkan gaungnya setiap Desember.



Wallahu walliy at taufiq.


Sumber : 
- Al-Qur’anul Karim
- Irena Handono - Perayaan Natal 25 Desember Antara Dogma dan Toleransi, Bekasi: Bima  Rodheta, 2004
- Irena Handono - Awas Bahaya Kristenisasi di Indonesia, Bekasi: Bima Rodheta, 2005
- Muhammad Ali Zenjibari - Islam and Christian : A Comparative Study, Qum, Iran : Ansariyan Publications, 2001
- Rizki Ridyasmara - Valentine Day, Natal, Happy New Year, April Mop, Halloween. So What? Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.